Kerajinan

Miniatur Menara Kudus

Kerajinan miniatur Menara Kudus merupakan kerajinan hasil tangan terampil dari sanggar luthier Mbah Min Biola Bambu. Sanggar luthier sendiri merupakan sanggar pembuat biola yang berada di desa Japan.

Kerajinan ini terbuat dari limbah sisa-sisa bahan dari pembuatan kerajinan biola. Pengolahan limbah ini dimaksudkan agar limbah tersebut, bisa memberikan nilai ekonomis, serta dapat mengurangi sampah pembuangan dari hasil pembuatan biola.

Walaupun terbuat dari limbah, Miniatur Menara mempunyai ketahanan yang tidak perlu diragukan. Mengingat bahan kayu limbah jenis jati dan mahoni yang sudah pasti teruji kekuatannya.

Untuk pemasarannya mbah min menjual hasil dari kerajinan miniatur melalui sosial media seperti Instagram, Facebook, dan juga melalui Whatsapp. Selain memasarkan secara online, Mbah Min juga bekerja sama dengan salah satu instansi pendidikan yang berada di Kudus.

Biasanya Miniatur Menara Kudus ini, digunakan sebagai buah tangan pada saat study tour, pertukaran pelajar, maupun acara yang lainnya.

Selain itu Miniatur Menara Kudus, juga bisa dijadikan sebagai hiasan atau juga objek pembelajaran, selain mengandung nilai estetika, nilai sejarah dan budaya.

Untuk harga jual dari miniatur menara ini dibandrol mulai dari Rp.100.000 – Rp.300.000 menyesuaikan dengan ukuran dan juga variasi dari packagingnya. Mbah Min membuat miniatur Menara Kudus karena menara kudus merupakan salah satu icon dari Kota Kudus. Menara Kudus sendiri merupakan salah satu peninggalan dari Sunan Kudus yang masih ada sampai saat ini. Bentuk dari menara Kudus sekilas memang tampak seperti Candi.

Bangunan menara kudus seperti candi, karena masih terpengaruh budaya agama hindu yang pada saat itu mayarakat banyak yang menganutnya, maka dari itu islam yang agamanya bersifat terbuka mau menyesuaikan dengan agama hindu agar masyarakat tertarik untuk masuk islam. hal ini menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam pengislaman di Jawa, khusunya Kudus.

Print Friendly, PDF & Email
Linda Eka Mayang Sari

Linda Eka Mayang Sari

Media Marketing